Thursday, December 2, 2021

19 Kumpulan Puisi Karya Para Penyair Terkenal

19 Kumpulan Puisi Karya Para Penyair Terkenal

19 Kumpulan Puisi Karya Para Penyair Terkenal
Thursday, December 2, 2021

Pada kesempatan kali ini kita akan membagikan puisi puisi karya dari para penyair terkenal di Indonesia. Puisi merupakan karya sastra yang memiliki isi berupa tanggapan ataupun pemikiran, cerita, sampai kritik atau sindiran yang dikemukakan oleh penyair yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Kumpulan Puisi Karya Para Penyair Terkenal

Para penyair terkenal seperti Chairil Anwar, Widji Thukul, Taufiq Ismail memiliki ciri khas masing masing dalam menuangkan pemikirannya dalam sebuah puisi. Seperti Chairil Anwar dengan puisi tentang prinsip kehidupan, Widji Thukul menyuarakan tentang kemanusiaan, dan Taufiq Ismail bercerita dalam puisi mengenai kejadian negeri beserta sikap yang beliau cerminkan lewat bait bait puisi.

19 Kumpulan Puisi Karya Para Penyair Terkenal

1. Puisi Karya Chairil Anwar - Yang Terampas dan Yang Putus

YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS 

 

Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu


Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
 

Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang


Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
 

(Chairil Anwar)


2.Puisi Karya Totok Sudarto Bahtiar - Pahlawan Tak Dikenal

PAHLAWAN TAK DIKENAL

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
 
Dia tidak ingat bilamana dia datang
kedua tangannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

Wajah sunyi setengah tengadah
menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu nta
Dia masih sangat muda Y
 
Hari ini 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya 0J01 10
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang tampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak
dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia berbaring
tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, aku sangat muda

( Toto Sudarto Bahtiar)
Dari : BI SPK SA, 1995


3. Puisi Karya A.M. Thahir - Buruh

BURUH

 

Dudukaku hadapi meja
Tulis buku banyak ragam
Kopi masuk gula keluar
Kapok dibeli koprah dijual.


Semenjak pagi sudah begitu
Sampai petang baru berhenti.
Lelah penat tidak terasa
Demikian asyik menulis harta.
 

Bukan harta punya sendiri
Hanya harta punya majikan
Harta sendiri hanya tenaga
Tenaga badan dari pikiran.
 

Kapan pulang terasa penat
Isteri di rumahpun dapat kerja   
 

Habis bulan terima gaji
Debet kredit dihitung ulang 

Sekali ini harta sendiri
Membuat pusing kepala pening
 

Masuk kiri ke luar kanan
Setimbang tidak mana berat
Berat di kiri ada simpanan
Berat di kanan keluh kesah.
 

Bulan masuk tahun pergi
Nasib buruh tidak berubah
Siang-slang tangan penuh
Pulang balik tangan kosong.
Isteri di rumah setia terus
Senang susah sama dipikul.
 

(A.M.Dg. MijalaAliasA.M. Thahir)
Dari: Pujangga Baru


4. Puisi Karya A.M Thahir - Bimbang

BIMBANG

Sabar! Sabar! Sabari!
inilah seruan yang acap kudengar;
Heran daku benar-benar,
Adakah (ku belum cukup bersabar?

Sadar! Sadar! Sadar !
inilah seruan yang acap kudengar;
1-Wran daku benar-benai-,
Adakah 'ku belum cukup tersadar?

Semakin aku bersabar.
Semakin aku terlantar.
Semakin aku tersadar.
Semakin aku kesasar

(A.M.Dg. Mijala Alias A.M. Thahir)
Dari: Panji Pustaka


5. Puisi Karya Muhammad Yamin - Gita Gembala

GITA GEMBALA

Lemah-gemalai lembut derana
Bertiuplah angin sepantun ribut
Menuju gunung arah ke sana
Membawa awan bercmpur kabut.

Dahan bergoyang sambut-menyambut
Menjatuhkan embun jernih berwarna
MenimPa bumi, beruap dan lembut
Sebagai benda tiada-berguna.

Jauh di sana diliputi awan
Terdengar olehku, bunyi nan rawan,
Seperti pennata di dada perawan

Alangkah berahi, rasanya jantung
Mendengarkan bunyi suara kelintung
Melagukan gembala membawa untung?

Berapakan senang, hati si buyung
Jika beribu mamak berbapa
Tiada menanggung berbagai rupa
Memudikkan biduk tidak berdayung.

Berapakan senang jikalau berbapa
Berjalan di panas dikembangkan payung
Sebagai enau berteraskan ruyung
Tiada menanggung biaya nestapa.

Ayuhai bunda, ibuku kandung
Belahan jiwa sepantun tudung
Di waktu panas, dimana berlindung?

Apakan jadi gerangan untung
Akar sehelai tempat bergantung
Putus di tengah, di pangkalpun.

Sekiranya hidup ayah dan bunda,
Biar sekarang berbalik pulang
Kubawa badanku sebagai tanda
Anaknya hidup, sibirari’tulang.

Jika bermamak sekiranya ada
Untuk pendukung tempat berjalan
Meskipun papa, tiada terbenda
Hina mulia man kujalang.

Apakan nasib pinang sebatang
Me'nentang langit bertabirkan bintang
Tenggelamnya pagi, timbulnya petang.

Apakan nasib badan seorang
Melalui lembah beberapa jurang
Nasi sesuap dapatnya jarang.

Rasakan kena kepala hati
Pedihnya sampai ke tulang-belulang
Karena nan bergading sudahlah mati
Meninggal dunia berbalik pulang.

Sernenjak kecil musim berbilang,
Lepaskan slang, malam dinanti
Tempat bersandar sudahlah hilang
Patah di tengah hararn berganti.

Sejakkah pagi di panas berjemur ,
Membawakan badan, kaki berlumur
Melalu padang, sertakan lumpur.
Besarlah hatiku, di alam makmur
apabila matahari, naik di timur
Karena sehari, bertambah umUr

(Mohammad Yamin)
Dari: Jong Sumatra


6. Puisi Karya Muhammad Yamin - Gubahan

GUBAHAN

Beta bertanam bunga cempaka
Di tengah halaman, tanah pusakal
Supaya selamanya, segenap ketika
Harum berbaul semerbak belaka.
 
Beta berahi bersuka raya
Sekiranya bunga puspa mulia
Dipetik handaiku, muda usia
Dijadikan karangan, nan permai kaya.

Semenjak kuntuman, kecil semula
Beta berniat membuat pahala
Menjadikan perhiasan atas kepala

0, cempaka, wangi baunya
Mari kupetik seberapa adanya
Biar kugubah, waktu lagi muda.

(Mohammad Yamin)

Dari: Jong Sumatra


7. Puisi Karya AOH Karta Hadimadja - Gubukku

GUBUKKU

Baru pulang kupesiar,
Pergi ke konterak di lereng gunung
Indah nian jalan-jalannya,
Berbelit-belit dihimpit damar,
Permai pula tasik dan tamannya.
Bak istana tegak beberapa gedung.

Dengan ramah tamah
Ku terima tuan rumah,
Dipersediakan daku
Sebagai seorang tamu,
Dicari jalan, difikirkan cara,
Supaya menimbulkan selera.

Wahai, apatah aku sombong,
Bila kukata jiwaku beriang,
Demi aku pulang, gubukku nampak,
Memasuki pula serasa disongsong,
Duduk di lantai beratap lalang,
Melepas sukma menghorak berjombak?

Betapa tak bersuka,
Oi sinilah aku mulai menggubah,
Bahagia terbuka,
Karena hati dapat tercurah!

Tg. Sari, akhir September 1941.
(AOH Karta Hadimadja)
Dari: Pujangga Baru


8. Puisi Karya AOH Karta Hadimadja - Ke Desa .....!

KE DESA.....!

 

'Rang kota!
Pernalikali tuan pergi ke desa,
Menghirup bumi,
Baru dicangkul menyegar rasa?

Pernahkah tuan duduk di tengah ladang,
Dengan peladang bersenda-gurau,
Menunggu jagung di dalam unggun,
Sebelum pacul kelak mengayun?

Pernahkah tuan tegak di tepi sawah,
Padi beriak menyibak sukma,
Pipit bercicit,
Riang haram bersusah?

Pernahkah tuan lihat air berdesau,
Di celah batu membuih putih,
Julung beriring berbondong-bondong,    _
Hati terpaut ingin turut berenang-renang?

Pernahkah tuan pergi ke kampung,
Melihat perawan menumbuk padi,
Gelak tertawa disertai suara lesung,
Mengenyah duka dalam hati?
Pernahkah tuan, pernahkah,

Ah, setahu apa beta menggubah,
Bila tuan ingin mencari penawar rengsa,
Pergilah tuan, pergi ke desa!


Tg. Sari, akhir September 1941.
(AOH Karta Hadimadja)
Dari: Pujangga Baru

 

9. Puisi Karya AOH Karta Hadimadja - Herankah

HERANKAH

Herankah engkau adik, sudah kutahu pohonku takkan berbuah,
juga aku menari-nari menyanyi riang?

Ah, mengapa tidak!

Pohon, burung, sungai, semua menyanyi, mengapa
aku takkan turut pula?
Nikmat berdesir pohon dalam kemarau panas-terik.

Riang menyanyi buntng di dahan patah.
Bersih menderu air terjun dijurang dalam,

Mengapa aku takkan menyanyi sekalipun di musim kemarau setahun lama, di atas dahan yang retak kering,
di tepi jurang gelap gulita?

(AOH Karta Hadimadja)
Dari: Pembangunan ,

 

10. Puisi Karya AOH Karta Hadimadja - Kehilangan Mestika 

KEHILANGAN MESTIKA

Sepoi berhembus angin menyejuk diri, Kelana termenung
Merenung air,
Lincah bermain ditimpa sinar

Hanya sebuah bintang Kelip kemilau,
Tercapak di langit.
Tidak berteman.
Hatiku.Hatiku,


Belumkah juga sejuk dibuai bayu,
Girang beriak mencontoh air,
Atau laksana bintang biarpun sunyi,
Tetap bersinar, berbinar-binar,
Petunjuk nelayan di semodera lautan?


(AOH Karta Hadimadja)
Dari: Panes flaya


11. Puisi Karya A. Hasmij - Mencapai Maksud

MENCAPAI MAKSUD

 

Dengarlah pesanku o, bayu,
Bawalah dia terbang tinggi,
Bisikkanlah pada angkatan baru,

Yang sedang menuju bahagia negeri.
Katakanlah pada mereka: "Hati-hati menyeberang laut
Menempuh samudra mayapada
Mengejar cita, mencapai maksud!"

Dengarlah madahku, serasah,
Sampaikanlah pada para pemuda
Yang sedang berjalan, mengayuh Iangkah,
Meniti buih jeladeri masa: "

"Awas biduk dipukul ombak ,
Jaga layar daikirai bidai,
Majulah ke muka dengan serentak,
Pukul gendang, tiupkan semnai!"

Dengarlah wasiatku o, gelombang,
Tolong sebentar mengirimkannya
Kepada anak muda sekarang
Yang tengah memungut bunga mulia.

Puisi Janganlah himmah patah di tengah,
Berbalik surut setengah jalan,
Mencapai maksud memang sudah,
Mengejar bahagia meminta korban

(A. Hasmij)
Dari: Pedoman Masyarakat

 

12. Puisi Karya A. Hasmij - Sawah

SAWAH

Sawah tersusun di lereng gunung,
Berpagar dengan bukit barisan,
Sayup-sayup ujung ke ujung,
Padi mudanya hijau berdandan.

Di dangau perawan duduk menyulam,
Matanya memandang padi huma,
Sekali-sekali ia bemalam
Dipetik dari hati mudanya.

Kalau turun pipit berkawan,
Merayap hinggap di mayang padi,
Terdengar teriak suara perawan,
Menyuruh pipit menjauhkan diri.

Kalau pipit sudah terbang,
Melayang hilang pulang ke rimba,
Perawan bernyanyi menembang tembang,
Menyesali pipit tak tahu iba:
"Mengapa engkau ayuhai
Tak tahu di arti iba kasihan,
Badanku payah menanggung sakit,
Mencucur keringat sepanjang
Padi kupupuk sejak semula,
Engkau tahu memakan saja?"

(A. Hasmij)
Dari: Kisah Seorang Pengembara


13. Puisi Karya A. Hasmij - Bangunlah, O Pemuda

BANGUNLAH, O PEMUDA

 

Gempita suara atas angkasa,
Wahyu kebangunan Tanah tercinta,
Bangunlah pemuda, saudaraku sayang,
Dengarlah nyanyian girang-gemirang,
Marilah saudara berbimbingan tangan,,
Mengayun langkah pulang ke taman.

Bersinar cahaya di ufuk timur,
Tanda bangsaku bangun tidur,
Insaflah saudara, pemuda bangsaku,
Mari berbakti kepada Ibu,
Gunakan ketika selagi ada,
Berbuatlah jasa semasa muda.

Ombak berdesir lagunya merdu,
Ditingkah kasidah alunan bayu,
Bangkitlah pemuda, saudaraku sebangsa,
Dengarlah panggilan Tanah tercinta,
Jangan lagi duduk bermenung,
Marilah kita menyadari untung.


(A. Hasmij )
Dari: Dewan Sajak


14. Puisi Karya M.R Dajoh - Perempuan Menumbuk Padi

PEREMPUAN MENUMBUK PADI

 

Blek-blok, blek blok
Berjam-jam menumbuk padi,
la menyanyi sedikit-sedikit,
Supaya kuat menumbuk padi,
Supaya lupa tulang sakit,
Disakiti alu berat!

Blek blok, blek - blok!
Tiap hari menumbuk padi,
Alu berat melompat-lompat.
Sangat lelah menumbuk padi,
Menjadi beras amat lambat,
Alu terlalu, amat berat.

Blek - blok, blek - blok!
Tak berhenti menumbuk padi!
Anak masih minum susu,
Bungsu lahir tak lama lagi!
Hati hampir hancur luluh!
Kesusahan sangat berat!

Blek blok, blek blok!
Kekuatan menumbuk padi,
Kekuatan berkurang-kurang
Kesusahan menumbuk hati,
Kesusahan menggarang-garang
Aduhai!
Kemiskinan terlalu berat.


(M.R. Dajoh)

 

15. Puisi Karya M.R Dajoh - Pekerjaan Anak

PEKERJAAN ANAK

 

Pikulan berat, beban berat,
Menekan bahu, bahu lemah!
Kaki sakit, badan penat!
"Dimana pasar? Masih jauhkah?"

Lekas! Lekas! Jalan lekas!
Dengar, pukulan berderik!
la berjalan amat tangkas,
Jalan dibakar panas-terik.

Panas-terik membakar punggung,
Punggung panas tak berbaju!
Anak kecil telah menanggung,
Kehidupan di atas banu.

Jalan panjang, jalan buruk,
Sampai di pasar Ciledang,
Panas-terik terus menusuk,
Bahu, kaki, kepala dan tangan.
"Saya berhenti dahulu!
"Bahu sakit ditekan beban!
"Nanti dahulu bapak! Tunggu!
"Saya besar! Beban ringan!

"Saya suka menolong bapak!
"Saya pikul beban berat
"Lihat tangan saya, bapak!
"Kaki, tangan bertambah kuat!

"Seperti besi kekuatan saya!
"Saya kuat, ya, bapak?"
Anak memikul dengan payah,
Beban berat berderak-derak.
Jalan panas berbengkok-bengkok,
Memikul beban terengah-engah,

Anak kecil membungkuk-bungkuk,
Bekerja seperti orang tua!

(M.R. Dajoh)
Dari: Syair Untuk A. S. I. B.

 

16. Puisi Karya Soeman HS.- Berjuang

BERJUANG

 

Kalau tidak berada-ada,
Dimana tempua bersarang rendah.
"Hem, maju, maju kata nafsu.
"Pergunakan umur muda!
Tidak sekarang bilakah lagi?
Ketika baik jangan dibuang!
Jangan banyak berpikir-pikir!
Alamat sudah tampak

Kalau tidak berada-ada,
Dimana tempua bersarang rendah."

Jinak-jinak merpati,
Manis jangan lekas di telan

(Soeman Hs.)
Dari: Panji Pustaka

 

17. Puisi Karya Soeman Hs. - Suara Nyawaku

SUARA NYAWAKU

 

Di musim balk saat yang laik.
Aku terlupa - senantiasa alpa.
Tidak terkenang - di dalam senang:
Menyediakan payung -tempat benaung.
Rasakan panas - tidakkan lemas

Tidak kuingat - bisik semangat.
Di musim susah dunia resah.
Tergerak hati - hendak berbakti.

Inginkan tudung - tempat berlindung.
Tetapi apa hendak dikata.
Pintu sudah terkatup belaka.
Walakin sukma menangis mengaduh.
Aku tak mungkin dapat berteduh.
Hatipun kesal senantiasa menyesal.

(Soeman Hs.)
Dari: Panji Pustaka


18. Puisi Karya J.E Tetangkeng Dipantai, Waktu Terang

DIPANTAI, WAKTU TERANG

 

Mercak-mercik ombak kecil memecah,
Gerlap-gerlip sri syamsu mengerting,
Tenang-menyenang terang cuaca,
Biru kemerahan pegunungan keliling.

Berkawan-kawan perahu nelayan,
Tinggalkan teluk masuk harungan,
Merawan-rawan lagunya nelayan,

Bayangkan cinta kenang-kenangan:
Syamsu menghintai dibalik gunung,
Bulan naik tersenyum simpul.
Hati pengarang ranung termenung,
Memuji rasa - sajak terkumpul.
Makin alam lengarig dan sunyi,
Makin merindu Sukma menyanyi.

(WE Tatengkeng )
Dari: Rindu Dendam.


19. Puisi Karya Intojo - Nasib

NASIB

 

Bagai biola yang salah larasnya,
Mengharu harmoni didalam orkes:
Lagu hidupku ini tak beres,
Lakuku kurang lurus dan cerkasnya.

Karena didikan agak keliru:
Hidupku terdasar "perseorangan",
Sekarang zaman “perkltaan"
Sesat dan sasar mengancam nasibku.

Lamalah sudah aku berperang,
Melawan musuh di dalam diri
Kubujuk halus, keras kuhantam:
Amat sedikit kudapat menang.
Kebiasaan yang telah mendalam.
Susah ditukar, sukar disiangi.

(Intojo)
Dari: Pujangga Baru

 

Demikian 19 Kumpulan Puisi Karya Para Penyair Terkenal, Chairil Tanjung, Itojo, A. Hasmij, dll. Semoga membantu para penyair baru belajar menjadi sastrawan yang berkualitas. Terimakasih.

19 Kumpulan Puisi Karya Para Penyair Terkenal
4/ 5
Oleh


EmoticonEmoticon