Thursday, May 30, 2019

Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin, Awal Kemerdekaan, dan Demokrasi Liberal

Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin, Awal Kemerdekaan, dan Demokrasi Liberal

Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin, Awal Kemerdekaan, dan Demokrasi Liberal
Thursday, May 30, 2019
Sebagai negara merdeka dan berdaulat, pemerintah Indonesia berupaya menciptakan dan menjaga stabilitas nasional. Berikur sejarah Indonesia pada Masa Awal Kemerdekaan, Demokrasi Liberal, dan Demokrasi Terpimpin.
Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin, Awal Kemerdekaan, dan Demokrasi Liberal

1. Indonesia pada Masa Awal Kemerdekaan

Sejak proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia memasuki babak baru sebagai bangsa merdeka. Meskipun demikian, pada masa awal kemerdekaan pemerintah Indonesia masih harus menghadapi berbagai masalah, terutama masalah politik dan ekonomi.

a. Kehidupan Politik pada Masa Awal Kemerdekaan
Sebagai negara baru kehidupan politik di Indonesia masih belum stabil. Dinamika kehidupan ketatanegaraan dan pemerintahan di Indonesia pada awal kemerdekaan sebagai berikut.

1) Perubahan Fungsi KNIP
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk pada sidang ketiga PPKI tanggal 22 Agustus 1945. KNIP memiliki kekuasaan sebagai badan legislatif dan eksekutif sebelum MPR dan DPR terbentuk. Pada tanggal 11 November 1945 Badan Pekerja (BP) KNIP mengeluarkan Pengumuman Nomor 5 tentang peralihan pertanggung jawaban menteri dan presiden kepada Badan Pekerja KNIP Dengan peraturan tersebut sistem kabinet presidensial diubah menjadi sistem parlementer.

2) Pembentukan Partai Politik
Pada tanggal 3 November 1945 Wakil Presiden Moh. Hatta mengeluarkan maklumat tentang pembentukan partai politik. Partai-partai yang terbentuk setelah dikeluarkannya maklumat tersebut antara lain Masyumi, Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Partai Rakyat Jelata Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Rakyat Sosialis (PRS), Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI), Persatuan Marhaen Indonesia, dan Partai Nasional Indonesia (PNI).

3) Perubahan Sistem Pemerintahan
Pada tanggal 11 November 1945 Sutan Sjahrir mengajukan maklumat KNIP tentang pembentukan kabinet dengan susunan menteri yang bekerja kolektif dan dipimpin perdana menteri. Perdana menteri akan ditunjuk oleh kepala negara. Format tersebut disetujui Presiden Soekarno. Akhirnya, pada tanggal 14 November terbentuk kabinet kedua Republik Indonesia yang berbentuk ministerial dengan Sutan Sjahrir sebagai perdana menteri. Sejak saat itu Indonesia resmi menerapkan sistem parlementer.

4) Perpindahan ibu kota Negara
Pada tanggal 14 Januari 1946 pemerintah memindahkan ibu kota negara Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Pemindahan tersebut dilakukan karena Jakarta terus terancam oleh kekuatan asing. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta bersama beberapa menteri pun pindah ke Sutan Sjahrir masih berkedudukan di Jakarta untuk mengadakan hubungan dengan dunia internasional.

b. Kehidupan Sosial pada Masa Awal Kemerdekaan
Pada awal kemerdekaan kehidupan rakyat Indonesia masih terpuruk akibat penjajahan Jepang. Sebagian besar rakyat hidup dalam kemiskinan dan kelaparan Kondisi tersebut diperparah dengan perekonomian negara yang buruk akibat inflasi. Rakyat Indonesia membutuhkan banyak dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kehidupan sosial pada awal kemerdekaan juga diwarnai dengan revolusi sosial di berbagai daerah. Revolusi sosial ditandai dengan pergerakan rakyat menentang golongan aristokrat tradisional seperti pangreh praja. Pangreh praja sebelumnya bertindak sebagai antek Belanda dan Jepang.

Para elite birokrasi hidup dalam kemewahan sedangkan rakyat hidup menderita. Oleh karena itu, setelah Indonesia merdeka, rakyat melakukan serangan terhadap kalangan elite birokrasi. Serangan tersebut dilakukandengan tujuan mengubah struktur birokrasi lama yang dianggap sebagai antek penjajah serta mengubah struktur masyarakat feodal.

c. Kehidupan Ekonomi pada Masa Awal Kemerdekaan
Kehidupan ekonomi Indonesia pada masa awal kemerdekaan masih sangat kacau. Kondisi tersebut disebabkan hiperinflasi dan blokade ekonomi oleh Belanda. Salah satu penyebab hiperinflasi adalah peredaran mata uang Jepang yang tidak terkendali.

Peredaran yang tidak terkendali ini terjadi karena pemerintah Indonesia belum memiliki mata uang baru sebagai penggantinya. Selain itu, hiperinflasi disebabkan ketersediaan komoditas perdagangan yang tidak mencukupi.

Sejak bulan November 1945 Belanda melakukan blokade terhadap Indonesia dengan tujuan mencegah peralatan militer masuk ke Indonosia dan mencegah keluarnya hasil-hasil perkebunan milik Belanda. Akibat blokade tersebut, pintu perdagangan Indonesia tertutup dan kegiatan okspor terhenti.

Meskipun berada dalam keadaan darurat pemerintah Indonesia tetap berjuang keluar dari krisis ekonomi. Pemerintah Indonesia berupaya mengatasi masalah keuangan dan ekonomi melalui langkah-langkah berikut.

1) Mengeluarkan uang kertas yang disebut Oeang Republik Indonesia (ORI) dan mendirikan Bank Negara Indonesia (BNI) pada tanggal 1 November 1946. BNI bertugas mengatur nilai tukar ORI terhadap valuta asing.

2) Melakukan diplomasi dengan India melalui pemberian bantuan beras Langkah ini bertujuan agar India aktif membantu perjuangan diplomasi Indonesia dalam forum internasional.

3) Membentuk organisasi Banking and Trading Corporation (BTC). Organisasi inidipimpin oleh Soemitro Djojoha dan Ong Eng Die. BTC bertugas melakukan diplomasi dagang dengan negara lain dan perusahaan swasta.

4) Membentuk Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPULN) yang diketuai Ali Jayengprawiro. KPULN bertugas membeli senjata dan perlengkapan perang serta memasukkannya ke Indonesia.

5) Membentuk Planing Board (Badan Perancang Ekonomi) yang diketuai A.K. Gani. Badan ini bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi dengan jangka waktu dua sampai tiga tahun.

6) Melaksanakan Program Pinjaman Nasional. Program ini digagas oleh Surachman. Program ini berhasil mengumpulkan dana hingga sebesar Rp500,000.000,00.

2. Indonesia pada Sistem Pemerintahan Demokrasi liberal

Pada masa Demokrasi Liberal elite politik dan pemimpin bangsa masih mencoba menemukan konsep pemerintahan dan politik yang sesuai dengan kondisi bangsa. Kehidupan bangsa ndonesia pada masa Demokrasi Liberal dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi Liberal
Pada masa Demokrasi Liberal presiden hanya bertugas sebagai kepala negara bukan kepala pemerintahan. Kegiatan pemerintahan pada masa Demokrasi Liberal dijalankan oleh perdana menteri. Perdana menteri dan kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Jadi, kabinet harus menyusun kebijakan yang sejalan dengan konsep pemikiran parlemen. Apabila kebijakan kabinet tidak mendapat kepercayaan parlemen, kabinet akan mendapat mosi tidak percaya dan dapat dibubarkan. Sistem ini sama dengan sistemparlementer Belanda.

Pada masa Demokrasi Liberal formatur kabinet harus mendapat dukuigan penuh dari parlemen. Pada masa Demokrasi Liberal partai politik cenderung saling bersaing, saling mencari kesalahan, dan saling menjatuhkan. Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet dan parlemen menjadi partai oposisi yang berusaha menjatuhkan partai politik yang sedang menjalankan pemerintahan. Oleh karena itu, pada masa Demokrasi Liberal sering terjadi pergantian kabinet akibat adanya mosi tidak percaya parlemen terhadap kabinet tersebut.

Kabinet - kabinet pada masa Demokrasi Liberal sebagai berikut.
1) Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951).
2) Kabinet Sukiman (26 April 1951 - 23 Februari 1952).
3 Kabinet Wilopo (30 Maret 1952 - 2 Juni.
4) Kabinet Ali Sastroamidjojo I (30 Juli 1953 - 24 Juli 1955).
5) Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956).
6) Kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956 - 14 Maret 1957).
7 Kabinet Djuanda/Karya (9 April 1957 - 5 Juli 1959).

Kehidupan politik pada masa Demokrasi Liberal juga ditandai dengan pelaksanaan pemilu pertama pada tahun 1955. Pemilu tersebut dilaksanakan dalam dua tahapan, yaitu pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota parlemen (DPR) dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Pemilu parlemen yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 diikuti sekira 39 juta pemilih atau 91% dari penduduk Indonesia.

Hasil pemilu parlemen diumumkan pada tanggal 1 Maret 1956. Pemilu Konstituante yang dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955 juga menunjukkan tingkat partisipasi tinggi. Lima partai politik yang meraih suara terbanyak pada pemilu 1955 yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) Masyumi, Nahdatul Ulama (NU), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).

b. Kehidupan Sosial pada Masa Demokrasi Liberal
Pada masa Demokrasi Liberal kehidupan sosial masyarakat Indonesia semakin relatif lebih baik dibandingkan masa revolusi. Adapun beberapa indikator yang menunjukkan kondisi tersebut antara lain bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya kesejahteraan penduduk, dan berkembangnya kota-kota di Indonesia. Selain itu, kehidupan pada masa Demokrasi Liberal ditandai dengan antuasisme rakyat dalam kehidupan politik.

Kehidupan pendidikan pada masa Demokrasi Liberal juga mengalami perkembangan. Kondisi tersebut ditandai dengan keluarnya peraturan wajib belajar selama 6 tahun. Selain itu, pemerintah mendirikan perguruan tinggi negeri di berbagai kota di Indonesia. Adapun kehidupan budaya pada masa Demokrasi Liberal ditandai dengan penyempumaan ejaan bahasa Indonesia diringi perkembangan karya sastra.

c. Kehidupan Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal
Setelah pengakuan kedaulatan pada tahun 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan sebagai akibat hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Pada masa tersebut utang luar negeri Indonesia mencapai Rp1,5 miliar dan utang dalam negeri mencapai Rp2,8 miliar. Pada tahun 1952 pemerintah berusaha keras meningkatkan penghasilan negara. Akan tetapi, usaha tersebut tidak berhasil, bahkan berkembang menjadi defisit ekonomi. Akibat defisit ini pemerintah nemiliki kecenderungan mencetak uang baru sehingga menimbulkan tendensi inflasi.

Upaya pemerintah memperbaiki kondisi ekonomi pada masa Demokrasi Liberal sebagai berikut.
1) Menerapkan kebijakan Gerakan Benteng yaitu memberikan bantuan kepada kalangan pengusaha pribumiagarmereka ikut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.

2) Menerapkan kebijakan Gunting Syafruddin, yaitu memotong nilai uang (sanering) yang bernilai Rp2,5 ke atas hingga nilai setengahnya.

3) Melakukan nasionalisasi terhadap De Javasche Bank. Dengan langkah ini pemerintah dapat membantu rakyat mendapatkan pinjaman modal.

4) Membentuk Biro Perancang Negara yang bertugas merancang pembangunan jangka pendek.

5) Melaksanakan sistem ekonomi Ali-Baba yang bertujuan menciptakan kerja sama antara pengusaha pribumi (Ali) dengan pengusaha nonpribumi (Baba).

3. Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin

Pemilu 1955 yang dilaksanakan secara gemilang ternyata tidakmampu mengatasi kondisi negara yang labil. Perbedaan ideologi anggota DPR dan Konstituante hasil pemilu 1955 yang terdiri atas wakil-wakil partai politik ternyata masih sulit disatukan.
Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin

a.Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin
Memasuki tahun 1957 desakan untuk memberlakukan kembali UUD 1945 sebaga konstitusi negara semakin kuat. Pada satu sisi Konstituante yang bertugas menyusun konstitusi baru pengganti UUD 1945 belum mampu menyelesaikan tugasnya. Dalam pertemuan tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno meminta Konstituante menetapkan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan pidato politik yang kemudian dikenal dengan Dekret Presiden 5 Juli 1959. Dekret tersebut berisi tiga ketentuan berikut.
1) Pembubaran Konstituante
2) Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
3) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang terdiri atas anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Pembacaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 secara resmi mengakhiri sistem Demokrasi Liberal dan dimulainya sistem Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 9 Juli 1959 Presiden Seokarno membubarkan Kabinet Djuanda dan membentuk Kabinet Kerja. Kabinet Kerja dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno.

Untuk memudahkan stabilisasi di bidang politik. Presiden Soekarno melakukan integrasi lembaga tertinggi, lembaga tinggi, dan lembaga eksekutif. Langkah ini diatur berdasarkan Ketetapan Presiden Nomor 94 Tahun 1962. Sejak saat itu MPRS, DPR-GR, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Mahkamah Agung, dan Dewan Perancang Nasional dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno.

Dapat disimpulkan, kekuasaan Presiden Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin sangat besar. Bahkan, kekuasaan presiden menyimpang dari ketentuan UUD 1945. Dalam UUD 1945 posisi presiden berada di bawah lembaga permusyawaratan rakyat dan sejajar dengan lembaga perwakilan rakyat serta lembaga tinggi negara. Akan tetapi, kedudukan presiden dalam Demokrasi Terpimpin berada di atas lembaga-lembaga tersebut.

Pada masa Demokrasi Terpimpin arah kebijakan politik luar negeri ditentukan oleh Presiden Soekarno. Arah dan kebijakan Presiden Soekarno inipula yang menentukan posisi Indonesia pada percaturan politik dunia. Beberapa kebijakan politik pada masa Demokrasi Terpimpin sebagai berikut.

1) Politik Mercusuar
Politik Mercusuar adalah politik mencari kemegahan/keindahan dalam pergaulan antarbangsa di dunia. Politik mercusuar dijalankan Presiden Soekarno karena Indonesia dianggap sebagai mercusuaryang mampu menerangi jalan bagi negara-negara New Emerging Force (Nefo). Selain membuat bangunan bangunan fenomenal yangmenelan biaya miliaran rupiah, politik mercusuar diwujudkan dengan penyelenggaraan pesta olahraga negara-negara Nefo yang disebut Games of the New Emerging Force (Ganefo).

2) Konfrontasi dengan Malaysia
Pernerintah Indonesia menganggap pembentukan federasi Malaysia sebagai proyek neokolonialisme Inggris. Proyek ini dianggap mem-bahayakan Indonesia dan negara-negara Nefo. Dlm rangka konfrontasi tersebut, Presiden Soekarno meng-umumkan Dwikora (Dwi Komando Rakyat) pada tanggal 3 Mei 1964.

3) Indonesia Keluar dari PBB
Pada tanggal 7 Januari 1965 Indonesia memutuskan keluar dari keanggotaan PBB. Langkah ini diambil karena PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

b. Kehidupan Sosial pada Masa Demokrasi Terpimpin
Kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin justru mengalami penurunan. Kondisi tersebut disebabkan pemerintah tidak berhasil menyediakan kebutuhan sandangdan pangan bagi rakyat. Selain itu, biaya kebutuhan hidup terus meningkat. Akan tetapi, tidak seluruh rakyat terkena dampak kondisi ini karena hampir setengah penduduk Indonesia pada masa itu masih melakukan perdagangan Barter.

Dalam bidang kebudayaan, Presiden Soekarno mulai membatasi kebebasan berkreasi. Presiden Soekarno bahkan mengecam kebudayaan Barat seperti musik rock and roll. Perkembangan kebudayaan pada masa Demokrasi Terpimpin juga diwarnai pertentangan antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan Manifes Kebudayaan (Manikebu). Pertentangan tersebut terjadi karena jargon-jargon Lekra dianggap bagian dari PKl. Oleh karena itu, dibentuklah Manikebu yang dipelopori HB. Jassin sebagai bentuk penentangan terhadap dominasi PKl.

Manipol-USDEK yang diperkenalkan Presiden Seokarno sebagai dasar pelaksanaan Demokrasi Terpimpin semakin membatasi kebebasan pers. Bahkan persyaratan untuk memperoleh Surat Izin Terbit dan Surat izin Tjetak (SIT) diperketat. Untuk memperoleh SIT, penerbit dan percetakan harus mendukung Manipol-USDEK. Adapun sistem pendidikan pada masa Demokrasi Terpimpin didasari Manifesto Politik (Manipol). Pendicikan berwatak manipol harus mengakomodasi kepentingan rakyat Indonesia dan menjadi bagian umum rencana Revolusi Indonesia.

c. Kehidupan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin
Kekacauan politik sebelum tahun 1959 berdampak merosotnya perekonomian Indonesia yang ditandai dengan terjadinya inflasi. Beberapa usaha pemerintah untuk mengatasi permasalahan ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin sebagai berikut.

1) Membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang dipimpin Muh. Yamin. Depernas bertugas mempersiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional serta menilai penyelenggaraan pembangunan.

2) Melakukan devaluasi mata uang rupiah yang bertujuan meningkatkan nilai rupiah tanpa merugikan rakyat kecil.

3) Menekan laju inflasi dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959. Peraturan ini dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya peredaran uang serta memperbaiki keuangan dan perekonomian negara.

4) Menyelenggarakan Deklarasi Ekonomi (Dekon) yang bertujuan menciptakan ekonomi bersifat nasional, demokratis dan bebas dari imperialisme.

5) Mengeluarkan kebijakan Dana Revolusi Kebijakan ini dilakukan dengan melakukan pungutan kepada perusahaan atau perseorangan yang mendapat fasilitas kredit antara 250 juta hingga 1 miliar rupiah.
Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin, Awal Kemerdekaan, dan Demokrasi Liberal
4/ 5
Oleh


EmoticonEmoticon