Tuesday, June 11, 2019

Sejarah Kerajaan - Kerajaan Islam di Indonesia

Sejarah Kerajaan - Kerajaan Islam di Indonesia

Sejarah Kerajaan - Kerajaan Islam di Indonesia
Tuesday, June 11, 2019
Kerajaan Islam di Indonesia di dorong oleh begitu banyaknya lalu lintas perdagangan laut dengan para pedagang islam dari India, Arab, Persia, Tiongkok, dan lain lain. Kerajaan Islam diperkirakan berjaya disekitar abad ke-13 - abad ke-16. Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sebagai berikut.

a. Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai didirikan sekira abad XI oleh Marah Silu yang bergelar Sultan Malik as-Saleh. Penggantinya adalah Sultan Muhammad Malik az-Zahir. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Perlak bersatu dengan Kerajaan Samudera Pasai. Sepeninggal Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Samudera Pasai dipimpin oleh Sultan Mahmud Malik az-Zahir.
Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai mengembangkan perekonomian berbasis perdagangan maritim. Pelabuhan Samudera Pasai disinggahi banyak pedagang dari berbagai daerah seperti Jawa, India, Timur Tengah, dan Cina.

Catatan perjalanan Marco Polo dan Ibnu Batutah menjelaskan sebagian besar penduduk Samudera Pasai merupakan pemeluk agama Islam bermazhab Syafi'i Sementara itu, warisan budaya Kerajaan Samudera Pasai yang masih dapat ditemu hingga saat ini adalah nisan makam Sultan Malik as-Saleh yang dijadikan sumber sejarah.

b. Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh Darussalam didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada awal abad XVI. Pada masa pemerintahannya, Sultan Ali Mughayat Syah berhasil menaklukkan Kerajaan Pidie, Samudera Pasai, dan Daya. Raja terbesar Kerajaan Aceh adalah Sultan Iskandar Muda yang memerintah pada tahun 1607-1636. Pada masa ini Kerajaan Aceh Darussalam berhasil mengendalikan perdagangan di Selat Malaka. Meskipun demikian, Sultan Iskandar Muda belum berhasil mengusir Portugis dari Malaka.
Keramik dari Fujian pada masa Dinasti Ming, Cina yang dihadiahkan untuk Kesultanan Aceh

Pada abad XVI-XVII Aceh Darussalam menjadi salah satu kerajaan penghasil lada di wilayah Indonesia. Selain itu, Kerajaan Aceh mengeluarkan mata uang dirham untuk menggerakkan roda perekonomian.

Secara sosial masyarakat Aceh terbagi atas golongan bangsawan dan golongan ulama. Di Aceh golongan bangsawan bergelar teuku, sedangkan.colongan ulama bergelar tengku. Kedua golongan ini bersaing memperebutkan pengaruh dalam masyarakat. Sementara itu, sistem pendidikan keagamaan di Aceh menghasilkan beberapa ulama ternama dalam bidang kesastraan seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, dan Syekh Abdul Rauf Singkili.


c. Kerajaan Demak

Masji Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan islam pertama di Jawa yang didirikan pada abad XVI oleh Raden Patah. Sepeninggal Raden Patah, Demak dipimpin oleh Pati Unus. Di bawah kepemimpinan Pati Unus, Demak menyerang Portugis di Malaka. Penyerangan itu dilakukan karena keberadaan Portugis di Malaka telah merugikan kegiatan.perdagangan Demak.

Kejayaan Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1546). Pada saat itu wilayah Kerajaan Demak meliputi sebagian besar wilayah pesisir utara Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Palembang Jambi, dan Banjar (Kalimantan Selatan). Setelah Sultan Trenggono wafat pada tahun 1546, Kerajaan Demak mengalami kemunduran.

Kerajaan Demak yang terletak di daerah pesisir menjadikan pelabuhan Demak berkembang menjadi pelabuhan transito yang berperan menghubungkan perdagangan internasional antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur. Selain sektor perdagangan maritim, Demak mengembangkan sektor agraris.

Kehidupan masyarakat Demak berlandaskan asas hukum Islam. Meskipun demikian, masyarakat Demak tetap menghormati ajaran Hindu. Semua itu dilakukan untuk menjalin kerukunan hidup dan menjaga toleransi antarumat beragama.

d. Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram Islam didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan pada abad XVI. Akan tetapi, raja pertama Kerajaan Mataram Islam adalah Panembahan Senopati (1584-1601). Kerajaan Mataram Islam mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung. Sultan Agung berhasil menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram Islam, kecuali wilayah Banten.

Pada tahun 1628 dan 1629 Sultan Agung menyerang VOC di Batavia, tetapi serangan tersebut mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut disebabkan VOC berhasil menghancurkan lumbung-lumburng beras milik pasukan Mataram di Tegal dan Cirebon. VOC juga menghancurkan kapal-kapal yang digunakan untuk mengangkut pasukan Mataram ke Batavia.

Kerajaan Mataram Islam memiliki wilayah dengan kondisi tanah yang subur sehingga hasil pertanian melimpah. Beras merupakan komoditas utama dari Kerajaan Mataram Islam. Pada abad XVII Kerajaan Mataram Islam dikenal sebagal kerajaan penghasil beras utama di Indonesia.

Kehidupan masyarakat Mataram Islam terdiri atas golongan bendoro (raja dan bangsawan), priayi (pegawai kerajaan), dan wong cilik (rakyat). Kehidupan masyarakat feodal berkaitan erat dengan hubungan patron klien (atasan-bawahan).

Peninggalan budaya Kerajaan Mataram Islam masih dapat dijumpai hingga saat ini. Peninggalan tersebut antara lain upacara sekaten, upacara grebeg, serta beberapa kitab sastra seperti kitab Nitisruti, Nitisastra dan Astabrata.

e. Kerajaan Banten
Raja pertama Banten adalah Maulana Hasanuddin yang berkuasa pada tahun 1522-1570. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan penting di Selat Sunda. Maulana Hasanuddin berhasil memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Banten ke daerah penghasil lada di Lampung.
Kerajaan Banten - Maulana Hasanuddin
Maulana Hasanuddin
Setelah Maulana Hasanuddin wafat pada tahun 1570, ia digantikan oleh putranya yang bernama Maulana Yusuf (1570-1580) Di bawah kepemimpinan Maulana Yusuf, Kerajaan Banten berhasil menaklukkan Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat. Kejayaan Kerajaan Banten terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Sultan Ageng Tirtayasa berusaha memajukan perdagangan Kerajaan Banten membangun armada laut yang kuat, serta menjalin hubungan diplomatik dengan negara negara asing seperti Inggris, Prancis, Cina Persia, dan Arab.

Pada abad XVI-XVII lada menjadi salah satu komoditas perdagangan Banten yang memiliki nilai jual tinggi. Sementara itu, untuk menambah pemasukan kerajaan, Banten menerapkan pajak kepada kapal-kapal yang singgah di Banten.

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa kehidupan masyarakat Banten sangat makmur. Ibu kota Banten mengalami pertumbuhan penduduk cukup pesat. Pada masa awal kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, penduduk Banten berjumlah 150.000 jiwa dan pada akhir kekuasaannya penduduk Banton meningkat menjadi 200.000 jiwa.

f. Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa-Tallo berkembang menjadi kerajaan Islam yang kuat di bawah pimpinan Sultan Alaudin (1593-1639). Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669) Kerajaan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaan. Sultan Hasanuddin berhasil membangun Gowa-Tallo menjadi kerajaan maritim yang menguasai jalur perdagangan di Indonesia bagian timur. Sultan Hasanuddin juga menentang upaya VOC memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia bagian timur.
Kerajaan Gowa-Tallo

Letak geografis Kerajaan Gowa-Tallo yang berdekatan dengan Maluku menyebabkan Kerajaan Gowa-Tallo menjadi pintu gerbang perdagangan rempah-rempah Pelabuhan Sombaopuberkembang menjadi bandar transito yang menghubungkan jalur perdagangan antara Malaka, Jawa, dan Maluku.

Kehidupan sosial masyarakat Gowa Tallo masih bersifat feodal. Masyarakat Gowa-Tallo terdiri atas tiga kelas, yaitu karaeng (golongan bangsawan), tumasaraq (rakyat biasa), dan ata (hamba sahaya). Sementara itu, hasil kebudayaan masyarakat Gowa Tallo yang masih dapat ditemui hingga saat ini adalah perahu pinisi.

g. Kerajaan Ternate dan Tidore
Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan yang saling bersaing dalam menguasai perdagangan di wilayah Maluku. Dalam persaingan ini Temate membentuk Uli Lima (Persekutuan Lima) yang terdiri atas Bacan, Obi, Seram, dan Ambon. Adapun Tidore membentuk Uli Siwa (Persekutuan Sembilan) yang terdiri atas Jailolo, Makian, serta pulau-pulau kecil di Maluku dan Papua.

Rakyat Maluku melakukan perlawanan terhadap Portugis di bawah pimpinan Sultan Hairun (Sultan Ternate). Akan tetapi, perlawanan tersebut dapat digagalkan oleh Portugis, bahkan Sultan Hairun dibunuh. Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis berlanjut di bawah pimpinan Sultan Baabullah, putra Sultan Hairun. Sultan Baabullah mengepung benteng Portugis (Sao Paolo) di Ternate selama lima tahun. Perlawanan tersebut berhasil mengalahkan dan memaksa Portugis meninggalkan Maluku. Sultan Baabullah juga berhasil membawa Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaan.

Ternate dan Tidore merupakan kerajaan maritim yang menggantungkan perekonomian pada perdagangan rempah-rempah. Di antara rempah-rempah yang diekspor, cengkih dan pala merupakan komoditas unggulan kedua kerajaan tersebut.

Masyarakat Tenate dan Tidore memiliki toleransi tinggi dalam bidang agama. Sejak kedatangan bangsa Portugis di Maluku pada tahun 1522, banyak penduduk Ternate dan Tidore yang memeluk agama Nasrani.

Meskipun demikian, kehidupan sosial masyarakat di kedua kerajaan tersebut tetap berlangsung harmonis.
Sejarah Kerajaan - Kerajaan Islam di Indonesia
4/ 5
Oleh


EmoticonEmoticon